Senin, 21 Oktober 2013

AKUNTANSI SYARIAH DAN AKUNTANSI KONVENSIONAL

Seiring berkembangnya zaman, makin berkembang pula keberagaman yang ada di Indonesia. Salah satunya yaitu dalam bidang ekonomi akuntansi. Awalnya hanya ada satu akuntansi (yang sekarang disebut dengan akuntansi konvensional), dan sekarang mulai berkembang akuntansi syariah di Indonesia. Akuntansi syariah sendiri merupakan akuntansi yang berorientasi sosial, yaitu akuntansi tidak hanya sebagai alat untuk mengartikan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode yang menjelaskan  bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan di dalam masyarakat Islam. Akuntansi syariah sendiri menyajikan mengenai hal-hal yang tidak disajikan oleh akuntansi konvensional.  Akuntansi syariah sendiri merupakan suatu hisab yang menganjurkan yang baik dan melarang apa yang jelek. Di dalam Al-Qur’an telah digariskan mengenai konsep akuntansi mengenai penekanan pertanggungjawaban yang bertujuan menjaga keadilan dan kebenaran. Berikut ini beberapa pengertian mengenai Akuntansi Syariah :

1.      Menurut Prof. Dr. Omar Abdullah Zaid dalam buku Akuntansi Syariah halaman 57 mendefinisikan akuntansi sebagai berikut :

”Muhasabah, yaitu suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut untuk membentu pengambilan keputusan yang tepat.” Melalui definisi ini kita dapat membatasi karakteristik muhasabah dalam poin-poin berikut ini :
a.    Aktifitas yang teratur.
b.   Pencatatan (transaksi, tindakan, dan keputusan yang sesuai hukum, jumlah-jumlahnya, dan di dalam catatan-catatan yang representatif)
c.    Pengukuran hasil-hasil keuangan.
d.    Membantu pengambilan keputusan yang tepat.

2.      Menurut Sofyan S. Harahap dalam ( Akuntansi Social ekonomi dan Akuntansi Islam hal 56 ) mendefinisikan :

”Akuntansi Islam atau Akuntansi syariah pada hakekatnya adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam. Akuntansi syariah ada dua versi, Akuntansi syariah yang yang secara nyata telah diterapkan pada era dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi syariah yang saat ini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai ( dihegemony) oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam. Kedua jenis akuntansi itu bisa berbeda dalam merespon situasi masyarakat yang ada pada masanya. Tentu akuntansi adalah produk masanya yang harus mengikuti kebutuhan masyarakat akan informasi yang disuplainya”

3.      Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.


Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf  (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.

·         Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1.    Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2.    Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3.    Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4.    Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5.    Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6.    Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7.    Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

·         Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1.      Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas.
2.      Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
3.      Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai.
4.      Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
5.      Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal.
6.      Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

Referensi :