Mungkin bagi orang awam istilah
ini terdengar sedikit asing. Disini saya
akan memberi sedikit informasi mengenai “Pajak Tangguhan” yang saya ketahui
dari beberapa sumber informasi yang pernah saya temukan.
Seperti namanya, “Pajak Tangguhan”
adalah pajak yang ditangguhkan alias DITUNDA, sebagai antisipasi terhadap
konsekwensi utang pajak penghasilan, baik yang timbul di masa kini maupun masa
depan. Bagaimana perlakuan akuntansinya? Bagaimana cara menghitungnya?
Bagaimana cara menjurnalnya?
Tidak sesederhana mengartikan
kata-per-kata, menghitung dan menjurnal pajak tangguhan masih menjadi sumber kebingungan
bagi sebagian orang, bahkan yang sudah berpengalaman kerja bertahun-tahun
sekalipun, termasuk saya (penulis) tentunya yang juga masih belajar.
Sering kali timbul
pertanyaan : Pengakuan pajak yang mana yang ditangguhkan? Pajak itu
jenisnya kan macam-macam. Iya tidak?
Pajak yang ditangguhkan HANYA
Pajak Penghasilan (PPh)—baik penghasilan atas operasional di dalam maupun di
luar negeri.
Ada 2 faktor penyebab yang
mengakibatkan timbulnya pengakuan pajak tangguhan, yaitu:
1.
Karena adanya pengakuan “Laba Kena Pajak”
(laba fiskal) yang UNTUK SEMENTARA
lebih kecil dibandingkan “Laba Sebelum Pajak” (laba komersial) di masa
kini—sudah pasti akan mengakibatkan timbulnya “Utang Pajak penghasilan” di masa
depan. Selisih inilah yang diakui sebagai “Kewajiban Pajak Tangguhan” (Deferred
Tax Liability—biasa disingkat dengan “DTL”.)
2.
Karena adanya pengakuan laba
fiskal yang UNTUK SEMENTARA
lebih besar dibandingkan laba komersial di masa kini—yang nantinya bisa menjadi
faktor pengurang “Utang PPh” di masa depan. Selisih inilah yang diakui sebagai
“Aset Pajak Tangguhan” (Deferred Tax Asset—biasa disingkat dengan “DTA”)
Ada beberapa catatan
penting yang ingin saya sampaikan, antara lain:
[-]. Kasus yang sering ditemui adalah adanya pajak
tangguhan (baik berupa aset maupun kewajiban) yang menumpuk.Itu artinya
keputusan untuk menagguhkan, kemungkinan besar diambil dengan pertimbangan dan
alasan yang tidak cukup kuat, sehingga pajak tangguhannya tidak pernah
mengalami pemulihan. Ada 2 kemungkinan penyebab:
a.
Pengakuan kewajiban pajak
tangguhan telah dilakukan, akan tetapitemporary difference yang dijadikan
dasar pertimbangan ternyata tidak memiliki potensi pemulihan yang cukup—alias
tidak pernah bisa menghapus—dimasa depannya.
b.
Pengakuan aset pajak tangguhan
telah dilakukan, akan tetapitemporary difference yang dijadikan dasar
pertimbangan ternyata tidak boleh dikurangkan (tidak setujui oleh otoritas
pajak) sehingga, tidak pernah bisa dikreditkan.
Agar ini tidak terjadi, pajak tangguhan sebaiknya hanya diakui jika
potensi pemulihan hampir bisa dipastikan (most probably) akan terjadi di masa
depan. Jika tidak terlalu yakin sebaiknya jangan mengakui pajak tangguhan.
[-]. Aset pajak tangguhan tidak selalu berasal dari
“temporary difference”—dimana laba fiskal lebih besar dibandingkan dengan laba
komersial. Sesuai dengan PSAK 46, asset pajak tangguhan juga bisa terjadi
akibat adanya:Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, yang biasa disebut
dengan istilah “Loss Carry Forward” (LCF); danAkumulasi kredit pajak belum
dimanfaatkan (jika peraturan perpajakan mengizinkan.)