Seiring berkembangnya zaman, makin
berkembang pula keberagaman yang ada di Indonesia. Salah satunya yaitu dalam
bidang ekonomi akuntansi. Awalnya hanya ada satu akuntansi (yang sekarang
disebut dengan akuntansi konvensional), dan sekarang mulai berkembang akuntansi
syariah di Indonesia. Akuntansi syariah sendiri merupakan akuntansi yang
berorientasi sosial, yaitu akuntansi tidak hanya sebagai alat untuk mengartikan
fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode
yang menjelaskan bagaimana fenomena
ekonomi itu berjalan di dalam masyarakat Islam. Akuntansi syariah sendiri
menyajikan mengenai hal-hal yang tidak disajikan oleh akuntansi
konvensional. Akuntansi syariah sendiri
merupakan suatu hisab yang menganjurkan yang baik dan melarang apa yang jelek.
Di dalam Al-Qur’an telah digariskan mengenai konsep akuntansi mengenai
penekanan pertanggungjawaban yang bertujuan menjaga keadilan dan kebenaran.
Berikut ini beberapa pengertian mengenai Akuntansi
Syariah :
1. Menurut Prof. Dr. Omar Abdullah
Zaid dalam buku Akuntansi Syariah halaman 57 mendefinisikan akuntansi
sebagai berikut :
”Muhasabah, yaitu suatu aktifitas
yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan
jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan
dengan pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut untuk
membentu pengambilan keputusan yang tepat.” Melalui definisi ini kita dapat membatasi
karakteristik muhasabah dalam poin-poin berikut ini :
a. Aktifitas yang teratur.
a. Aktifitas yang teratur.
b. Pencatatan (transaksi, tindakan, dan
keputusan yang sesuai hukum, jumlah-jumlahnya, dan di dalam catatan-catatan
yang representatif)
c.
Pengukuran hasil-hasil keuangan.
d.
Membantu pengambilan keputusan yang tepat.
2. Menurut Sofyan S. Harahap dalam
( Akuntansi Social ekonomi dan Akuntansi Islam hal 56 ) mendefinisikan :
”Akuntansi Islam atau Akuntansi syariah
pada hakekatnya adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
Akuntansi syariah ada dua versi, Akuntansi syariah yang yang secara nyata telah
diterapkan pada era dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya
pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam lainnya. Kedua
Akuntansi syariah yang saat ini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan
sosial dikuasai ( dihegemony) oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda
dari sistem nilai Islam. Kedua jenis akuntansi itu bisa berbeda dalam merespon
situasi masyarakat yang ada pada masanya. Tentu akuntansi adalah produk masanya
yang harus mengikuti kebutuhan masyarakat akan informasi yang disuplainya”
3. Menurut, Toshikabu Hayashi dalam
tesisnya yang berjudul “On Islamic
Accounting”, Akuntansi Barat
(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan
berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep
akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang
bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia
yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung
jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang
akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan
sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada
bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah
lainnya.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah
bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas
(persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang
tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah,
memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi
Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma
masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai
pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
·
Persamaan
kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal
sebagai berikut:
1.
Prinsip
pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2.
Prinsip
penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan;
3.
Prinsip
pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4.
Prinsip
kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5.
Prinsip
perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost
(biaya);
6.
Prinsip
kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7.
Prinsip
keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
·
Sedangkan
perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi
Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1.
Para
ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga
untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan
modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan
konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi
modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang
lingkup perusahaan yang kontinuitas.
2.
Modal
dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal
tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam
konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan
harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan
barang dagang.
3.
Dalam
konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara
untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau
nilai.
4.
Konsep
konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung
semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat
mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara
penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta
membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
5.
Konsep
konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal
pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep
Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari
kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib
menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha
menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh
para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra
usaha atau dicampurkan pada pokok modal.
6.
Konsep
konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya
jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika
adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual
maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk
menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Referensi :